Tangan mungil itu...
Ia mencolek colekku
tatapan matanya...
Mengisyaratkan duka yang tak terbaca...
Seperti apa asa yang ada dalam tatapan itu?
Aah... ia membuat jangtungku serasa ingin berhenti sejenak
Kutatap dia lekat tak ingin ada sekat
Sayang malam ini, bias-bias lampu jalan itu tak mampu beri aku jawaban
Tuhan...
Baru saja pagi ini aku enggan meninggalkan mimpiku
Enggan beranjak dalam lelahku
Enggan dan muak dengan aktivitasku
Padahal aku sadar dengan ini aku hidup
Lalu kini ia yang berjari mungil
Tersenyum kecil tak terkucil
Tepat berdiri di depanku bahkan mencolek colekku
"Om, bagi makan.." Ujarnya lirih mungkin emang perih
Tuhan...
Aku tahu ia peri kecil yang kau kirim untukku
Agar aku sadar tak pantas resah, berkelu kesah
Meski masih mendesah dengan mimpi basah
Aku jadi malu mengapa hatiku beku...
Seperti kaku meski hanya untuk bersyukur...
Terima kasih Tuhan....
Jumat, 01 Juli 2011
SKETSA WAJAH
Jemari kecil mungil yang pias itu...
Tak mampu hadirkan tawa...
Meski hanya siluet senyum...
Bagaimana mungkin kau menggapainya?
Hadirkan rasa itu saja kau tak mampu...
Apalagi kau hanya tertatih dengan luka...
Sketsa wajahmu selalu gagal terlukis...
Padahal bulan hampir purnama...
Bahkan bintang pendarnya berkilau...
Tapi tetap saja hanyalah diam dalam malam...
Angin pun seperti enggan menyapamu...
Semua mencibirmu dengan tarian alamnya...
Lolongan anjing malam...
Kerlip kunang-kunang...
Nyanyian malam berbagai warna...
Tak sanggupkah hadirkan rasamu?
Bila rasamu masih terseok bersama irama jantungmu...
Hadirkan saja sketsa wajahmu...
Agar semua tahu
Masih ada riak dalam darahmu yang hampir beku...
Tak mampu hadirkan tawa...
Meski hanya siluet senyum...
Bagaimana mungkin kau menggapainya?
Hadirkan rasa itu saja kau tak mampu...
Apalagi kau hanya tertatih dengan luka...
Sketsa wajahmu selalu gagal terlukis...
Padahal bulan hampir purnama...
Bahkan bintang pendarnya berkilau...
Tapi tetap saja hanyalah diam dalam malam...
Angin pun seperti enggan menyapamu...
Semua mencibirmu dengan tarian alamnya...
Lolongan anjing malam...
Kerlip kunang-kunang...
Nyanyian malam berbagai warna...
Tak sanggupkah hadirkan rasamu?
Bila rasamu masih terseok bersama irama jantungmu...
Hadirkan saja sketsa wajahmu...
Agar semua tahu
Masih ada riak dalam darahmu yang hampir beku...
RASA RINDU DALAM BENCI
Mungkin ini hanyalah sebuah rasa dalam rindu dan benci...
Kau pernah menatap mataku dalam nyanyian sunyi...
Dan saat itu aku tahu ada rasa dalam kalbumu
menghentak ingin teriak namun terdiam oleh angkuhku...
Tetesan air berarak membentuk anak sungai tak kupeduli...
Tetap saja kubiarkan melodi-melodi rindumu menari tanpa henti...
Bahkan kuukir senyum kemenangan pada bibir indahku yang ranum...
Tak perlu lidahmu menari indah dalam kata maaf...
Karena pelangi telah beranjak hilang bersama senja...
Bias bias memory yang masih tersisa pasti akan tetap pias...
Sepias raut wajahmu yang sendu terhias air matamu...
Aaah...aku tahu semua akan terasa indah dalam kenangan...
Sudahlah biarkan hidup ini terus berjalan
Esok kebahagian itu akan menjelma meski semua telah berbeda...
Kau pernah menatap mataku dalam nyanyian sunyi...
Dan saat itu aku tahu ada rasa dalam kalbumu
menghentak ingin teriak namun terdiam oleh angkuhku...
Tetesan air berarak membentuk anak sungai tak kupeduli...
Tetap saja kubiarkan melodi-melodi rindumu menari tanpa henti...
Bahkan kuukir senyum kemenangan pada bibir indahku yang ranum...
Tak perlu lidahmu menari indah dalam kata maaf...
Karena pelangi telah beranjak hilang bersama senja...
Bias bias memory yang masih tersisa pasti akan tetap pias...
Sepias raut wajahmu yang sendu terhias air matamu...
Aaah...aku tahu semua akan terasa indah dalam kenangan...
Sudahlah biarkan hidup ini terus berjalan
Esok kebahagian itu akan menjelma meski semua telah berbeda...
Langganan:
Postingan (Atom)