Sabtu, 27 Agustus 2011

KERINDUAN YANG PERIH

Cerpen FIKSI ini pernah saya ikutkan untuk lomba Flash Fiction sebanyak 400 kata, syaratnya emang harus 400 kata hehe..Temanya tentang KERINDUAN, meskipun nggak juara tapi saya sudah seneng bisa ikut berpartisipasi, ini dia CERPENNYA....

KERINDUAN YANG PERIH

oleh: M.YUSUF PUTRA SINAR TAPANGO
pada 19 Maret 2011 jam 1:15
 
 
         Kupandangi foto Naya. Kerinduan padanya menghentak dadaku. Menggebu-gebu. Dua tahun kini kumeninggalkannya. Merantau. Mencari uang,  untuk mahar seperti yang diharapkan orang tuanya. Anganku terbang jauh. Menyelinap masuk kedalam ruang waktu, yang telah lama berlalu. Teringat ketika itu.
”Apa? Kamu mau menikahi anakku, kerja tidak punya! Lalu dengan apa kamu nanti menafkahinya? Hanya bermodal cinta! Kamu mengerti, jika menikahi perempuan itu, harus membawa mahar. Itu adat sebagai orang sulawesi,..”. Aku terdiam. Apalah dayaku sebagai orang tak mampu. Emosi, terhina tapi kusadar itu benar adanya. Pedih terasa. ”Dasar orang tua matre”, gerutuku. Kulirik Naya yang hanya tertunduk bergelimangan air mata. Aku berlalu pergi.
            Pagi itu, surya bersinar malu. Embun pagi dedaunan memberi kesejukan. Kurapatkan jaket, kuangkat rangsel bututku ke pundak. Pamit pada Ibu dan adik-adikku. Di antara samar kabut pagi itu, kulihat sosok Naya berdiri. Aku terhenti sejenak di ujung jalan setapak. Terdiam seolah tak percaya. Tiba-tiba sosok itu berlari, menabrak, memeluk, membuyarkan keterpakuanku. Kubelai rambutnya. Kutatap matanya. Ada Perih  mengoyak hatiku. Mata beradu tanpa kata. Air mata pun tumpah. Kusandarkan ia di dadaku.

”Sayang...aku pergi untuk sementara. Jaga diri yah, aku pasti sangat merindukanmu. Aku akan berkirim surat, setelah tiba di Jakarta,”
”Kak Rendy...rasanya tak sanggup kehilanganmu di sisiku, meski hanya sementara.” Suara Naya lirih diantara isaknya. Hening sesaat. Lama kami terdiam. Perlahan kulepaskan pelukanku. Tangannya kugenggam erat.
”Sayang ini memang berat, aku harus pergi. Semua ini kulakukan untuk membuktikan pada orang tuamu. Setelah mengumpulkan uang, aku  pulang melamarmu.”
Aku meninggalkannya dengan berurai air mata. Kulangkahkan kaki tanpa menoleh ke belakang. Kesedihan itu tak terkira rasanya. Yah...dua tahun sudah saat itu berlalu. Aku sangat merindukannya. Ia menjadi sulu hidupku di kota besar ini. Setiap bulan, lewat sepucuk surat kukabarkan tentangku. Balasan suratnya setia menghampiri, pengobat rinduku. Namun dua bulan kini, suratku tak terbalas. Akhirnya kuputuskan pulang kampung.

            Kerinduan kurasakan kini di ambang batas. Tergesa menapaki jalan setapak rumahku. Ibu dan adik-adikku, terperanjat kaget dan girang saat kuberdiri di depan pintu. Serentak memelukku. Kami pun terharu, melepas rindu. Aku pamit untuk menemui Naya, tapi semua membisu. Kubalik badan, namun tangan ibu segera menarikku. Ia menggeleng.
”Nak...Naya telah menikah dengan pilihan orang tuanya tiga minggu lalu, maaf kami tidak  tega memberitahumu”. Bibirku terkunci. Seluruh tulangku seolah akan segera lepas dari persendian. Aku tersungkur ke lantai dengan air mata kerinduanku, yang kini terjawab dengan kehilangannya. Perih tapi nyata. Ibu memelukku memberi kehangatan. Memberi isyarat jika aku harus ikhlas menerima kenyataan ini.





SELAMAT JALAN DINAR

Puisi ini kupersembahkan untuk  adik, sahabat, gadis unyu, seorang penulis berbakat, teman kelas di Unversal Nikko, seorang Cendolers yang berusia 17 tahun telah pergi meninggalkan dunia...

Selamat Jalan Dinar

oleh M.Yusuf Putra sinar Tapango
pada 19 Juni 2011 jam 10:27
 
Tak terasa naluri lelakiku lunglai...
Kristal bening menguap di kelopak mataku...
Tercengang dan memaksaku merenung...
Hidup itu adalah hembusan nafas...
Hidup itu adalah irama jiwa...
Dalam simfoninya terpahat nada-nada...
Emosi jiwa, marah, senang, benci, bahagia...
Semua terekspresi dalam bahasa tubuh...
Terlukis pada raut wajah yang beraneka warna...
Namun jika jiwa telah terlepas pada raga...
Semua lenyap bersama hadirnya derai air mata...
Siapakah yang mampu mencegah-Nya?
Adakah yang bisa melarang-Nya?
Yah Allah...yah Tuhan kami...
Kami tahu air mata tak akan bisa mengubah apapun
Tapi izinkanlah kami memohon...
Tempatkanlah ia disisi-Mu dengan layak...Amin!
Selamat jalan Dinar...
Goresan penamu akan menjadi kisah yang indah...



BEKASI 19 JUNI 2011...

Jumat, 26 Agustus 2011

HIDUP ITU HITAM PUTIH

Kawan rasanya ingin kutampar wajahmu
Marah, tentu aku sangat marah!
Tak perlu kau bertanya lagi!
Kau selalu merasa terasing
Selalu merasa gagal...
Kawan lihatlah di sana
Jika mereka saja tak berhenti menari di lampu merah
Jika mereka saja tak pernah lelah menggapai dunia
Mengapa kau membiarkan dirimu tersungkur dalam penat jiwamu...

Kawan terlalu indah hidup untuk kau tangisi
Terlalu naif jika rasamu kau benamkan dalam riak kelam jiwamu
Biarkan semua itu berlalu seperti debu
Ciptakan angin sepoi dalam dirimu untuk menerbangkannya
Hadirkan sentuhan lembut bernada indah
Yakinlah kawan jika terang akan berganti gelap
Begitupulah hitam selalu ada putih bersamanya
Dan ketahuilah hidup itu HITAM DAN PUTIH...

Kamis, 25 Agustus 2011

SIMFONI HATI

Kutemukan engkau dalam rasa yang penuh warna
Hitam putih bahkan seperti pelangi
Setiap tatapan mata yang kau hadirkan
Setiap genggaman tangan yang kurasakan
Bahkan dalam setiap marah yang kau hujamkan
Semua membunuhku dalam rasa
Rasa yang mungkin  pantas kusebut cinta...
Aku tahu hadirku tak seindah mawarnya
Aku sadar bintangku tak sekerlip bintangnya
Aku mengerti jika tak kau temukan purnama di mataku

Tapi...
Tahukah kamu jika kujadikan engkau mawar dalam hatiku
Sadarkah kamu aku tak ingin jadi bintang yang hadir dalam gelap
Tapi aku ingin hadir seperti angin
Yang selalu ada meski tak kau lihat
Memang purnama tak kuhadirkan dalam mataku
Andai kau tahu disetiap tatapan mataku
Ada lentera kecil yang dapat kunyalakan dalam setiap kerjapnya...
Tapi semua tak menghadirkan simfoni dihatimu

Aaah...kini semua telah berbeda
Aku kini bagai kupu-kupu
Hinggap sesaat mengepakkan sayap
Hadirkan segala keindahan disetiap waktu
Hingga akhirnya kau rindukan rasa ini
Tapi semua telah berbeda...
Aku hanya ingin menatapmu dalam kelam
Membungkam rasa yang telah beku dan tetap beku
Karena aku tak seindah dulu...
Rasa ini memang tak pantas kau pahami
Karena simfoni hati ini tak ingin bernyanyi untukmu lagi

Selasa, 23 Agustus 2011

BIBIR

Oleh: M.YUSUF PUTRA SINAR TAPANGO

                                                                                BIBIR


CERMIN Besar di depannya memantulkan bayangan Rendy sore itu. Sejak tadi ia terus memperhatikan dirinya di depan cermin besar yang diletakkan di sudut kamarnya. Ia memperhatikan hampir seluruh lekuk tubuh telanjang dadanya. Terkadang ia menyungginkan senyum saat melihat kedua otot lengannya yang kekar. Dadanya yang bidang dan otot perutnya yang tak di hampiri lemak. Namun senyumnya menciut seketika saat melihat bibirnya. Bibirnya yang ranum kehitaman terkadang membuatnya kurang pede. Di dekatkannya wajahnya di cermin itu lagi.

Matanya tajam melihat bibirnya. Memperhatikan dengan seksama bentuk dan lekuknya. Sesekali ia mencoba membentuknya dalam berbagai bentuk. Tetap saja ia tak puas. Ia selalu merasa bahwa bentuk bibirnya tak seindah bibir sahabatnya Erwin. Dibukanya laci meja dan mengeluarkan cermin kecil. Lalu kembali ke depan cermin besar tadi. Memutar badan menyamping ke kanan. Perlahan ia menaruh cermin kecil tadi sejajar dengan bibir bersebelahan arah dengan cermin besar. Dan Segera dicampakkannya cermin kecil itu di atas kasurnya dengan dengusan kecewa.

Sabtu sore itu Rendy duduk di kursi sofa sebuah café mall menghadap ke jalan raya. Diseruputnya hot cappuchino sesekali melirik jam tangan. Jari-jarinya lincah bermain di keyboard laptop mininya. Status facebooknya sore itu: Aku sedang menunggu dia yang begitu mempesonaku karena bibirnya. Rendy sedang menunggu seseorang yang dikenalnya lewat jejaring sosial. Ditatap lekat seorang yang dikaguminya itu. Slide demi slide dibukanya perlahan. Tak henti-hantinya ia tersenyum sesekali jarinya menyentuh lembut layar monitor tepat di bagian bibir gambar yang sedang dilihatnya.

Kemudian ia kembali membaca menu lain yang menjelaskan tentang bentuk-bentuk bibir dan sifat pemilik bibir dari bentuk A hingga Z. lagi-lagi ia tersenyum. Di bayangkannya seperti apa seorang yang akan menjumpainya sore ini. Handphonenya berdering. Sebuah nama yang ditunggu muncul di layar itu. Ternyata yang meneleponnya telah berdiri tak jauh darinya. Ia pun segera berdiri. Menjabat tangannya dengan lembut lalu mempersilahkan duduk. Jantungnya berdegup kencang. Menghirup nafas pelan, lalu dilepaskan untuk menguasai rasa groginya yang mendadak muncul tiba-tiba. Ia lalu duduk dan memperhatikan seseorang yang sejak tadi ditunggunya. Bahkan ia rela menunggu hampir 30 menit. Sesuatu yang sangat jarang bahkan tak pernah dilakukan hampir disetiap dating pertamanya. Tapi untuk yang satu ini terasa sangat spesial baginya.

Rendy menyeruput kembali hot cappuchino-nya. Sesekali matanya menatap tajam pada bentuk bibir yang begitu tampak sempurna di matanya. Ia menatap lekat hingga suara itu menyadarkannya.

“Hei..maaf yah Ren, dah buat kamu menunggu lama.”
“Ooh nggak apa-apa kok, untuk seorang yang spesial seperti kamu, sepertinya bagiku ini bukanlah hal yang sulit bukan?” Ujar Rendy membuatnya tersenyum simpul. Bibirnya merekah merah.
“Aah, kamu berlebihan. Aku rasa kamu seperti seseorang yang sedang mengutip kalimat orang lain pada sebuah bacaan, hehe” Rendy sedikit keki mendengarnya.

Tapi hatinya mengagumi ketajaman pikirannya. Ia tersenyum. 1 point untuknya karena sesuai dengan yang diharapkan Rendy. Makin membuatnya penasaran ingin menelanjangi semua tentangnya.

“Ehm, wah hebat aku suka ketajaman pikiranmu. Tapi tidak ada salahnya aku mengutipnya kan? Apalagi jika kalimat itu bisa membuat kamu tersenyum semanis ini.”

Lagi dan lagi bibir itu terbentuk indah. Kini dengan tawa kecil menyertainya.

“Kalo boleh aku tebak, kamu suka baca bukunya Khalil Gibran? Atau jangan-jangan kalimat seperti ini sudah terekam di otakmu? Ibarat sebuah remot TV kamu tinggal pencet tombol maka gambar yang akan muncul sesuai dengan keinginanmu?”

Tanyanya semakin cerdas penuh selidik. Kaki Rendy di geser sedikit lalu wajahnya condong ke depan membuat seorang yg dikaguminya itu semakin keki diperlakukan begitu. Hati Rendy berdesir, semakin girang, kadar keyakinannya bertambah 5 %. Lalu dengan tatapan tajam kini pada mata, ia memutar otak untuk berkelit.

“Ooh tentu tidak. Aku memang mengidolakan Khalil Gibran tapi bukan berarti aku harus seperti dia. Apa di matamu kamu tidak melihat ada sesuatu yang berbeda pada diriku? Atau setidaknya boleh aku tahu kejujuranmu?”
“Haa, kejujuran? Tentang apa? Bahkan kita baru bertatap muka 15 menit,” Ujarnya membuat Rendy mengeryitkan kening.

Kini ada gejolak di dalam dadanya. Dan cekatan  jarinya menekan mouse melirik sejenak tulisan di layar monitor itu. Adakah yang salah, Rendy membathin. Setidaknya hampir 3 bulan lamanya ia begitu percaya dengan segala yang tertulis di situ. Bahkan 90% penelitiannya selama ini terbukti benar. Tiba-tiba ia ragu. Ia mendehem. Diseruputnya kembali hot cappuchino-nya.

“Maksud aku gini, kalo gak salah berdasarkan feeling aku kamu tuh orangnya mudah menilai seseorang hanya dalam waktu pertemuan yang singkat. Terus walaupun kita baru pertama kali ini ketemu, aku dah bisa tahu lewat Facebook, kamu itu seorang yang perhatian, dan jiwa sosial kamu juga tinggi.” Mata Rendy melirik kembali pada layar monitor laptop mininya, berharap kali ini apa yang dikatakanya tidak salah.

“Haaa…kamu ngacoh ah! Hahaha” Tiba-tiba ia terkekeh,”Dan asal kamu tahu aku sama sekali nggak seperti yang kamu pikir, aku susah banget lansung bisa menilai orang dalam 1 kali pertemuan. Bagiku butuh proses untuk mengenal orang lain. Terus kamu bilang aku perhatian? Nggak ah, bahkan mantan aku pernah bilang aku itu orangnya cuek dan nggak perhatian banget, Apalagi kamu bilang berjiwa sosial? Kalo soal yang satu ini iya kali yah, tapi nggak deh, soalnya kata temen-temenku aku tuh pelit banget!”

Lagi-lagi ia terkekeh. Rendy semakin bingung, wajahnya sedikit merona merah menahan malu. Tiba-tiba ia merasa sangat bodoh. Keyakinanya kini berubah menjadi tidak benar sama sekali. Ia lalu menatap lekat bentuk bibir itu, sejurus kemudian mengamati dengan seksama laptopnya, dipandanginya silih berganti. Membuat si pemilik bibir itu, sedikit ada keanehan pada Rendy.

“Ehm..sama persis kok bentuknya..”Ujar Rendy pelan seolah pada dirinya sendiri.
“Maksud kamu apa sih? Apa yang sama?”
“Ehm bentuk bibir kamu sama persis, tapi kok sifat yang seharusnya sama, kutemukan hanya 20% kebenarannya.” Ujar Rendy, membuat rasa penasaran dan kebingungannya yang membuncah segera berdiri dan duduk disebelah Rendy. Ia pun kini mengerti. Di raihnya segera mouse di tangan Rendy.
“Ooh jadi ini maksud kamu! Jadi sejak tadi keanehan yang aku lihat, kamu seoalah menatap lekat bibirku untuk mengetahui sifatku? Begini cara kamu menggoda wanita? Kampungan tahu gak? Dan lihat bentuk bibir ini, sama persis sama bantuk bibirmu, tapi semua sifat yang kamu tunjukkan padaku hanya satu yang benar. Kamu nggak pede! Selebihnya semua salah!”
“Maaf Cindy, aku tidak bermaksud seperti itu, dan…”
“Dan apa? Mau mengelak bahwa cara ini yang kamu pake untuk menggoda wanita incaran kamu? Asal kamu tahu yah Ren, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dan betapa bodohnya jika kamu percaya hal-hal yang hanya tulisan orang, itu hanya akan membuatmu tidak bersyukur dan akan terus membandingkan kelebihan dan kekuranganmu. Dan aku yakin kamu pasti tidak pede dengan bentuk bibirmu kan? Karena tulisan yang ada di situ, bibir dengan bentuk bibirmu adalah orang yang sering mengalami kegagalan."

"Cindy, sorry...Aku," Rendy tergagap.

"Jujur aku kecewa dengan pertemuan ini, tadinya aku merasa kamu adalah cowok smart yang kubayangkan, ternyata tidak! Dan coba lihat papan iklan di seberang jalan itu, berapa banyak orang yang memiliki bibir sumbing. Masihkah kamu tidak bersyukur dengan bentuk bibirmu? Sorry rendy, aku pikir ini adalah pertemuan terakhir kita, thank you and good bye.” Ujar Cindy berlalu pergi dengan wajah kesalnya. Tapi terlihat sangat cantik dengan bentuk bibir mungilnya itu.

Rendy hanya termangu diam. Ia tak mampu berucap sepatah kata pun, bahkan hingga Cindy pergi meninggalkannya. Ucapan Cindy barusan seolah membuatnya skak mat! Wajahnya merona merah lebih merah dari bekas  tamparan yang pernah dirasakannya. Ia menghela nafas mencoba menenangkan diri. Dibacanya kembali artikel itu sekilas, ia hanya tersenyum kecut, mematikan laptopnya dan segera beranjak pergi. Tak dihiraukannya tatapan cibiran para pelayan café yang melihat ia ditinggalkan begitu saja oleh Cindy. Ia ingin segera berlalu pulang dan kembali ke kamarnya berharap cermin besarnya nanti akan memantulkan bentuk bibirnya yang berbeda.


                                                                                 THE END

RENGKUHAN MALAM MENJELANG FAJAR

Diam dalam rengkuhan malam
Mencoba mengenang yang telah lalu
Sementara asa kuhadirkan dalam ruang yang mulai redup
Biar saja yang telah lalu  itu hilang ketika fajar menyambutku
Dan hadirkan keindahan pada ruang yang redup itu
Hingga ia terang saat aku bersujud padamu yah Allah...

Kamis, 18 Agustus 2011

SURAT KECIL UNTUK PARA PAHLAWANKU

   Hari ini tepat tanggal 17 agustus 2011, adalah hari di mana seluruh rakyat Indonesia hendaknya menundukkan kepala sejenak, mengenang para pahlawan bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raga dan menganugerahi KEMERDEKAAN untuk negeri kita tercinta, INDONESIA. Tepat pada hari ini bangsa INDONESIA telah merayakan HUT KEMERDEKAAN ke-66..Tahun ini sedikit berbeda karena perayaan HUT bertetapan dengan bulan suci Ramadhan. Meski tanpa lomba panjat pinang, meski tanpa lomba kelereng, meski tanpa hiruk pikuk lomba makan kerupuk, tapi semangat KEMERDEKAAN ini selalu membahana tak kalah para komando upacara berteriak lantang dan para pasukan PASKIBRAKA pembawa bendera MERAH PUTIH dengan gagahnya menghengtakkan kaki mereka ke bumi. "SEMANGAT ITU TIDAK PERNAH PUDAR PAHLAWANKU" Rasanya ingin aku berteriak lantang kepada mereka pahlawan-pahlawan bangsaku.
           PAHLAWANKU...aku begitu bangga sebangganya memiliki BANGSA INDONESIA yang begitu memiliki segalanya. Apa yang tak kutemukan di sini? Aku tak perlu menceritakanmu tentang hasil buminya karena itu hanya akan melukai hatimu yang telah berdarah-darah memperjuangkan kemerdekaanya. Apakah aku juga harus menceritakan hasil lautnya, sementara kalian sendiri yang pernah mencucurkan darah hingga laut menjadi merah karena kalian telah berperang di sana. Pastilah kalian sungguh mengerti apa yang ada di laut itu?.
          PAHLAWANKU..jadi apa yang tak dimiliki bangsa kita ini? tak cukupkah semua itu untuk tidak membuat rakyatnya harus menderita kelaparan? Tak cukupkah semua itu untuk tidak membuat rakyatnya harus menari-nari di lampu merah demi sesuap nasi yang harus mengisi perut keroncongan yang belum terisi?. SEMUA ITU CUKUP PAHLAWANKU! Tapi bangsa ini tidak cukup melahirkan pemimpin pemimpin yang bermoral PEJUANG SEPERTI KALIAN...bangsa ini telah melahirkan banyak sekali PEMIMPIN PINTAR tapi TIDAK MEMILIKI KEJUJURAN!! Sehingga jadilah mereka PEMIMPIN PINTAR TAPI PENIPU!!!
          PAHLAWANKU seandainya aku dapat memohon, aku ingin kalian semua terbangun dari tidur panjang sejenak untuk menampar wajah-wajah mereka yang telah krisis moral bahkan lupa pada perjuanganmu . Biar mereka tahu bahwa KEMERDEKAAN yang telah kalian wariskan untuk bangsa ini, adalah untuk KESEJAHTERAAN SELURUH RAKYAT INDONESIA bukan untuk di KORUPSI! PAHLAWANKU jaman memang sudah berbeda, kini kami hidup di jaman serba modren tapi kini penjajah bagi kami bukanlah bangsa luar, tapi penjajah itu kini berasal dari DALAM BANGSA SENDIRI...ITU SAJA!!!

BEKASI  17 AGUSTUS 2011