Minggu, 06 Januari 2013

Cerita ini aku dedikasikan untuk para sahabat crew RSJ17 khususnya Kukuh Hariyanto


MILANO
(M.Yusuf Putra Sinar Tapango)

                Milano mengitari perlahan ruang kerja yang tidak terlalu besar itu. Ruang yang di desain begitu minimalis. Siapa pun yang berada di dalamnya akan merasa betah. Pada beberapa bagian dinding yang terbuat dari kayu jati itu tergantung puluhan bingkai foto. Foto-foto inilah yang membuat Milano terdiam memandangi satu persatu. Milano yang kini menjadi seorang pesepak bola terkenal. Satu-satunya anak Indonesia yang kini mengharumkan nama bangsa menjadi seorang striker klub sepak bola terkenal di Eropa.
            Ia sedang berada di dalam ruang kerja ayahnya. Pak Kukuh Hariyanto. Seorang ayah yang begitu sangat dibanggakan sekaligus pernah di kecewakan oleh Milano. Mata Milano akhirnya berhenti pada sebuah foto yang membuat air matanya menetes. Dalam sebuah foto, terlihat ibu dan ayahnya sedang menggendong seorang bayi dalam ruang rumah sakit. Dan ia tahu itu adalah dirinya. Pada foto itu ada sebuah tulisan. Milano hadiah terindah dari Tuhan untuk kami.
            “Milano anakku,” suara serak segera membuat Milano tersadar dan segera mengucek matanya.
            “Ayaaah…Happy birthday too you…” Milano segera menabrak dan memeluk ayahnya yang begitu dia rindukan. Hampir enam bulan lamanya Milano baru bisa kembali pulang bertemu keluarganya di Indonesia. Dan ia sengaja tak memberitahukan kepulangannya hari itu pada ayahnya. Itu dilakukan untuk memberinya surprise di hari ulang tahun ayahnya yang ke lima puluh satu.
            “Waah terima kasih anakku! Kamu dan ibumu sengaja mengerjai ayah, ya? Lihat ruangan ini ayah desain sendiri untuk mengingatkanku setiap hari padamu. Foto-foto ini berhasil ayah kumpulkan dari album lama yang ada di gudang belakang. Lihat dirimu sekarang, sudah tumbuh dewasa, ganteng dan terkenal. Kami semua bangga padamu, Nak.”
            “Aku  juga bangga punya Ayah. Oia itu foto itu keren banget, yah. Itu foto ayah waktu muda bersama teman-teman ayah itu, kan? Nama komunitasnya…”
            “RSJ17…ya, itu foto temen-temen ayah. Sahabat-sahabat sejati yang tak pernah terlupakan. Mereka semua sudah bertemu kamu, kan? Dan mereka juga ikut bangga melihat prestasi kamu sekarang,” ujar ayah Milano cepat memotong kalimatnya.
            “Waaah ada yang lagi bernostalgia rupanya,” seru Ibunya Milano dari balik pintu.  Milano lansung memeluk Ibunya dengan manja. Tak lama berselang Keyla adik perempuan Milano yang baru saja pulang kuliah muncul. Segera memeluk Milano dengan manja. Dan ruangan itu pun seketika penuh dengan canda dan tawa bahagia.
***
            Pada malam harinya, di rumah Pak Kukuh suasananya begitu ramai. Selain ada acara syukuran atas ultahnya yang ke-51 juga di adakan acara syukuran menyambut kedatangan Milano. Sejak sore rumah itu ramai oleh tamu yang datang silih berganti. Dari keluarga dekat, sahabat-sahabat Milano, sahabat-sahabat Pak Kukuh juga dari berbagai media turut hadir malam itu. Di ruang keluarga yang cukup besar itu tawa canda memenuhi setiap sudutnya.
            Pak Kukuh bersama istrinya memilih duduk di sudut sofa sambil mendekap mesra istrinya. Mereka membiarkan semua persiapan sibuk dilakukan lansung oleh Milano, Keyla dan dan beberapa sanak keluarga dan sahabat. Untuk kali ini Milano menyuruh ayah dan ibunya untuk duduk manis menonton saja. Sambil menggengam tangan istrinya ia menatapnya penuh cinta. Lalu berpaling menatap kedua anaknya Milano dan Keyla yang sedang asyik bercengkrama dengan para tamu. Pak Kukuh menyeruput kopi di depannya. Sambil tersenyum angannya terbang tinggi. Ia kembali menghadirkan kenangan di masa lalunya. 
            Dua puluh dua tahun yang lalu.  Hari itu Pak Kukuh sedang berada di kamar persalinan. Wajahnya tampak sangat tegang. Apalagi saat ia menyaksikan dengan jelas ketegangan di wajah cantik istrinya. Pak Kukuh menggenggam erat tangan istrinya. Sesekali ia membisikkan kata I love you di telinganya. Memberi ketenangan pada istrinya agar tetap tegar dan kuat. Ya, hari itu adalah hari yang paling dinantikan. Kelahiran anak pertamanya yang menurut dokter ahli kandungannya adalah anak laki-laki.
            Pak Kukuh pun sudah mempersiapkan nama buat anak pertamanya. Milano sebuah nama yang telah dipilih atas kesepakatan bersama istrinya. Akhirnya suara tangisan bayi laki-laki itu pun memenuhi ruangan. Semua tersenyum bahagia. Air mata bahagia tampak terlihat di sudut mata istri Pak Kukuh. Dokter Amanda yang menangani persalinan segera mengucapkan selamat kepada mereka berdua. Setelah penantian mereka selama lima tahun seorang bayi laki-laki yang lucu kini hadir di antara mereka. Kebahagian dan rasa syukur menjalari dada Pak Kukuh hari itu. Ia pun mengumandangkan suara adzan di telinga anknya dengan takzim.
            Hari demi hari berganti. Tahun demi tahun berganti. Milano tumbuh menjadi anak yang cerdas. Di usia tiga tahun Pak Kukuh menemukan bakat Milano. Ternyata putranya sangat menyukai bola. Ia pun suka menemani ayahnya menonton tayangan bola di televisi. Milano bahkan terlihat sangat senang dan sering tertawa saat melihat tayangan itu. Begitu pula saat ia di beri mainan. Milano tak akan mau menerima pemberian seperti mobil-mobilan, robot-robotan apalagi boneka. Tapi jika ia diberi bola maka ia akan terlihat girang sekali.
            Waktu pun begitu cepat berlalu. Usia Milano menginjak lima tahun ketika adik perempuannya lahir. Ia diberi nama Keyla. Maka lengkap sudah kebahagian keluarga kecil itu. Keseharian Milano tak ubahnya seperti anak kecil lainnya. Ia sangat aktif dan cerdas. Apalagi soal pengetahuannya tentang bola. Tak seperti anak lainnya yang suka meonton kartun. Pada ayah dan ibunya ia sering meminta untuk di belikan DVD tentang pertandingan bola. Seperti hari itu.
            “Ayah nanti beliin aku DVD pertandingan sepak bola liga eropa, ya.” ujar Milano ketika Pak Kukuh sedang terlihat bersiap ke kantor pagi itu. Pak Kukuh bekerja di Trans 7. Pagi itu ia akan meliput pertandingan bola di senayan.
            “Iya, tapi ayah pulangnya agak malam nggak apa-apa, kan?”
            “Nggak apa-apa, Ayah. Yang penting jangan lupa bawa, DVDnya!”
            “Oke, seep!” ujar pak Kukuh mengacungkan jempol pada Milano yang sedang terlihat  mempersiapkan buku sekolahnya. Milano saat itu sudah bersekolah di TK yang dekat dari tempat tinggalnya. Milano terlihat mandiri sejak kecil, ia bahkan tak ingin di antar jemput oleh Ibunya ke sekolah. Ia lebih memilih berjalan kaki bersama teman-temannya pergi ke sekolah.

***
Sore menjelang petang itu, Pak Kukuh akan menemui teman-temannya. Pak Kukuh memiliki sahabat-sahabat yang tergabung dalam satu komunitas. RSJ17 begitulah mereka menyebut komunitasnya. Di taman Barito sepulang jam kantor satu persatu teman-teman mereka bermunculan. Derai tawa mereka memenuhi taman itu. Kerap mereka meluangkan waktu sejenak untuk saling silaturahmi. Biasanya, aktivitas yang paling sering dilakukan adalah futsal.
Pak Kukuh bercerita pada teman-temannya tentang anaknya Milano yang sangat menyukai bola. Berbagai tanggapan pun muncul dari mereka.
“Itu biasa kali Bro, namanya juga anak cowok. Kalo anak lo suka maenan boneka, itu lo kudu hati-hati,” ujar Heru  disertai candaan teman-temannya yang lain.
“Heru dulu kecilnya cita-citanye jadi model cover boy! Nah pas gedenya kagak pede jadi dia ganti cita-cita jadi hacker, haha…” ujar Utha yang jahil di sambut tertawa lepas dari semua teman-temannya.
“Mending anak lo di masukin sekolah bola aja, kali aja memang bakat dia di situ, Bro.” ujar Voltus dengan mimik wajah yang selalu penuh senyum. Semua setuju dengan ide Voltus.
“Sekolah bola bukannya mahal, Sob?” ujar Pak Kukuh ragu.
“Ya coba dulu aje, Bang. Pasti ada jalan ke luarnya,” ujar Yesca pasti.
Sejak pertemuan malam itu, Kukuh terus kepikiran tentang sekolah bola. Ia mulai mencari tahu tentang sekolah bola yang ada di Jakarta. Lewat informasi dari teman atau pun searching di internet. Ia juga mendiskusikan masalah ini pada istrinya. Awalnya istrinya tidak terlalu setuju dengan niat Pak Kukuh. Karena ia lebih menginginkan anaknya kelak memilih karir sebagai Dokter atau sebagai karyawan Bank seperti ibunya.
Tetapi Pak Kukuh tetap meyakinkan istrinya. Melihat bakat yang ada pada anaknya istrinya pun luluh dan menyetujui Milano di masukkan ke sekolah bola yang sudah terkenal. Sekolah bola yang dipilih Pak Kukuh tidak tanggung-tanggung. Sekolah itu sudah banyak menelurkan pemain-pemain berbakat yang sekarang sudah banyak menjadi Timnas Indonesia. Bagi Pak Kukuh yang bekerja di stasiun TV tidak sulit baginya untuk mencari informasi dan koneksi.
***
Waktu pun begitu cepat berlalu. Milano yang semakin tumbuh besar dan tinggi menunjukkan bakat yang sangat luar biasa. Di usianya yang ke-17 tahun, ia memiliki tinggi 172 cm. Ia pun terpilih menjadi pemain muda yang direkrut oleh Persija. Permainannya sangat menakjubkan. Dengan tubuh yang proporsional ia dipercaya sebagai striker meskipun masih duduk sebagai cadangan. Usia yang masih muda dan ganteng membuat Milano sangat digandrungi oleh lawan jenisnya.
Sebagai anak yang baru tumbuh remaja, ia pun memiliki hasrat layaknya anak remaja pada umumnya. Inilah awal kegagalan pertamanya yang membuat Pak Kukuh sangat geram.
“Maafin aku, Ayah,” ujar Milano dengan wajah yang tertunduk dalam menatap pada lantai rumahnya. Ia tak sanggup melihat tatapan tajam ayahnya.
“Aku sangat kecewa sama kamu, Milano! Gara-gara kamu pacaran dan terlambat latihan kamu kena skorsing dan tidak boleh ikut bertanding di liga musim ini. Kamu benar-benar tidak disiplin!”
Pak Kukuh sangat geram sore itu. Ia sebenarnya mengerti urusan anak muda. Hanya saja ia tidak ingin anaknya Milano gagal hanya karena urusan cintanya. Ia terlanjur memiliki impian besar melihat putranya berlaga di rumput hijau sebagai pemain inti. Ibunya Milano duduk di sampingnya sambil memeluk dan mengelus rambut Milano. Sementara Keyla memeluk ayahnya agar bersabar dan bisa menahan emosinya. Milano terdiam, hanya air mata yang terlihat mulai menetes di pipinya.
Dan sejak saat itu Milano bertekad tak akan pernah lagi mengecewakan ayahnya. Ia akan membuktikan pada ayahnya dan membuat keluarganya bangga suatu hari nanti. Begitulah tekad yang bergemuruh di dada Milano. Tangannya keras mencengkram kaos bola yang tepat di gambar burung garuda. Dan ia menghadirkan keyakinan di dadanya dan berjanji akan menjadi pemain sepak bola yang dibanggakan Indonesia.
Waktu pun terus bergulir. Milano membuktikan dirinya sebagai pemain sepak bola yang membanggakan. Prestasi luar bisa dan penghargaan sebagai pemain terbaik liga Indonesia di sandangnya. Nama Milano semakin berkibar. Ia pun menjadi Timnas muda sebagai striker terbaik. Banyak klub yang mengincarnya dengan tawaran yang tinggi. Tapi ia bukan pemain yang sombong dan hanya mementingkan materi saja. Sifatnya yang rendah hati dan taat beragama membuatnya tumbuh menjadi pria begitu di idolakan.
Hingga akhirnya puncak prestasi yang diraih Milano dan membanggakan keluarga, bahkan Indonesia, adalah saat dirinya terpilih menjadi pemain di klub Eropa. Milano dipercaya sabagai striker andalan. Di awal musim liga pertamanya di Eropa Milano mampu merebut hati para penonton dengan gol-gol spektakulernya. Ia semakin mendunia. Membanggakan Indonesia yang semakin dikenal di dunia, dan membanggakan rakyat Indonesia yang memiliki seorang Milano.
Milano membanggakan keluarganya yang senantiasa berdoa dan meluangkan waktu melihat pertandingan-pertandingan sepak bolanya. Tak dapat dipungkiri bahwa Pak Kukuh sering menitikkan air mata kebahagiaan saat melihat Milano di televisi. Sebagai ayah ia sudah merasa melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya.
“Ayah…kok melamun aja, sih! Hayuuuk bergabung dengan tamu yang lain. Tuh sahabat-sahabat Ayah juga pada datang, tuh,” ujar Keyla putrinya membuyarkan lamunan masa lalunya.
Pak Kukuh mengucek matanya yang hampir menangis. Ia tersenyum lalu bangkit bersama istrinya. Menghampiri para tamu yang sudah memenuhi ruang tamunya malam itu. Para sahabat-sahabatnya dari RSJ 17 pun hadir bersama keluarga mereka. Pak Kukuh tak henti-hentinya tersenyum kepada semua yang hadir. Di wajahnya yang sudah mulai dihinggapi keriput ia masih menampakkan seorang yang gagah.
“Selamat ulang tahun Ayah…” ujar Milano menarik tangan ayahnya untuk meniup lilin di tengah kue ulang tahun berukuruan jumbo. Dan ruangan itu pun penuh dengan sorak dan tepuk tangan. Ia lalu memotong kue dan diletakkan di atas piring kecil. Pak Kukuh menghampiri istrinya.
I love you sayang…terima kasih kamu sudah menjadi istriku yang sempurna hingga di usiaku yang sudah senja ini,” ujar Pak Kukuh disertai tepuk tangan meriah. Terlihat ada tetesan air mata di sudut mata Milano dan Keyla.
I love you too, Mas…selamat ulang tahun buatmu. Semoga aku selalu bisa menjadi istri terbaik dan Ibu yang baik buat anak-anak kita,” ujar Ibunya Milano sambil mengecup pipi Pak Kukuh.
Satu persatu tamu yang hadir maju ke depan menyalami pak Kukuh. Ruangan keluarga itu terasa sejuk sekali. Ada banyak cinta di sana. Cinta pada keluarga, cinta pada sahabat menyatu dengan malam yang semakin larut. Dan malam itu pun menjadi saksi bisu tentang sebuah cerita yang tak akan pernah aku lupakan. Siapakah aku di sini? Aku ada diantara mereka, sebagai sahabat yang ikut bangga memiliki sahabat yang dikaruniai anak bernama Milano.

THE END